PSIKOANALISA KONSELING GESTALT
Tugas Kelompok
Di ajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teori-teori Konseling
Dosen Pengampu Drs. Hadi Warsito, M.Si
Di susun Oleh :
Nama : Ayu Ardila (1351400167)
Semester : III ( Tiga ) Non Reguler
Progdi : Psikologi Pendidikan dan Bimbigan
Progdi : Psikologi Pendidikan dan Bimbigan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO
2014 / 2015
UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO
2014 / 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
merupakan asset terpenting
di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dapat dikatakan tidak
ada bangsa yang maju tanpa diiringi pendidikan
yang bermutu. Pendidikan yang
berkualitas bukan hanya dilihat dari sejauh mana proses pengajarannya saja, Yusuf dan Juntika
(2005) memaparkan ada tiga bidang pendidikan yang
harus menjadi perhatian, diantaranya : 1). Bidang administratif dan kepemimpinan, 2). Bidang Intruksional
dan kurikuler, 3). Bidang pembinaan siswa (Bimbingan
dan Konseling). Terkait dengan
masalah bimbingan dan konseling, terdapat banyak ragam teori dan pendekatan dalam pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling, salah satunya adalah teori konseling Gestalt,
yang akan coba kami kupas satu persatu sehingga akan tampak sedikit kejelasan,
dengan harapan kupasan materi yang kami sajikan bermanfaat bagi kita semua yang
bergerak dalam dunia pendidikan.
Dalam
pendekatan gelstat terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai (unfinished business), yakni mencakup
perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian,
sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, rasa diabaikan. Meskipun tidak
bias diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiakan dengan ingatan-ingatan dan
fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan didalam kesadarn,
perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan dibawa pada
kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan
dirinya sendiri dan orang lain.
Teori
Gestalt adalah terapi humanistic eksistensial yang berlandaskan premis, bahwa
individu harus menemukan caranya sendiri dalam hidup dan menerima tanggungjawab
pribadi jika individu ingin mencapai kedewasaan. Sebagai seorang konselor atau
guru Bimbingan Konseling, maka sangat penting untuk mamhami teori Gestalt
sebagai acuan dalam mebantu klien atau siswa. Maka dalam makalah ini akan
dibahas tentang apa itu Teori Gestalt, perspektif historis Teori Gestalt,
konsepsi tentang manusia, pokok-pokok Teori Gestalt, teknik dan proses Teori
Gestalt, serta ilustrasi Kasus.
B.
Prumusan Masalah
1.
Apa itu Teori Konseling Gestalt?
2.
Bagaimana prespektif historis dari Teori Konseling Gestalt?
3.
Bagaimana konsepsi Teori Konseling Gestalt tentang manusia?
4.
Apa pokok-pokok dari Teori Konseling Gestalt?
5.
Teknik dan Proses apa saja yang digunakan dalam Teori Konseling Gestalt?
6.
Bagaimana ilustrasi Teori Konseling Gestalt?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui makna dari Teori Konseling Gestalt.
2.
Mengetahui perspektif historis Teori Konseling Gestalt.
3.
Mengetahui konsepsi Teori Konseling Gestalt tentang manusia.
4.
Mengetahui pokok-pokok Teori Konseling Gestalt.
5.
Mengetahui teknik dan proses Teori Konseling Gestalt.
6.
Mengetahui ilustasi Teori Konseling Gestalt.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Teori Konseling Gestalt
Makna dari teori gestalt adalah teori ini mengajarkan
konselor dan konseli metode kesadaran fenomenologi, yaitu bagaimana individu
memahami, merasakan, dan bertindak serta membedakannya dengan interprestasi
terhadap suatu kejadian dan pengalaman masa lalu. Teori ini juga dianggap teori
yang hidup dan mempromosikan pengalaman langsung, bukan sekadar membicarakan
permasalahan dalam konseling. Oleh karena itu, teori ini disebut juga
experiental, dimana konseli merasakan apa yang mereka rasakan, pikirkan dan
lakukan pada saat konseli berinteraksi dengan orang lain (Corey,1986). Serta
Landasan filosofis dalam Teori Gestalt ada tiga yaitu:
1. Perspektif Fenomenologi ( The Phenomenological
Perspective )
Fenomenologi
adalah disiplin ilmu yang bertujuan membantu individu mengambil jarak dari cara
berpikir yang biasa dilakukan individu, sehingga mereka dapat mengatakan
perbedaan apa yang sebenarnya dirasakan pada situasi sekarang dan apa hanya
sebagai residu masa lalu (Idhe, 1997 dalam Yotnef 1993). Pendekatan Gestalt
memperlakukan hal-hal yang secara subjektif dirasakan individu pada saat ini,
dan apa yang secara objektif terobservasi sebagai data yang nyata dan penting
(Yotnef 1993).
2.
Perspektif
Teori Medan ( The Field Theory Perspective )
Landasan
ilmiah perspektif fenomenologi pendekatan Gestalt adalah teori medan (field
theory ). Field theory adalah metode untuk mengeksplorasi apa yang
dideskripsikan keseluruhan ( the whole field ) kejadian yang sedang dirasakan,
bukan menganalisis kejadian berdasarkan bagian-bagian tertentu (Yotnef 1993).
Teori fenomenologi medan dapat didefinisikan sebagai apa yang diobservasi oleh
observer dan, yang bermakna adalah ketika individu mengetahui kerangka berpikir
(the frame of reference) observer (Yotnet 1993). Pendekatan medan adalah
pendekatan yang deskriptif, bukan spekulatif dan interpretatif. Penekanannya
pada mengobservasi, mendeskripsikan, dan menjelaskan struktur yang diobservasi
(Yotnef 1993).
3.
Perspektif
Eksistensial ( The Existential Perspective )
Existentialism adalah dasar
dari metode fenomenologi yang berfokus pada eksistensi individu, hubungan
dengan orang lain serta kesenangan dan kesakitan yang langsung dirasakan
(Yotnef 1993). Sebagian besar manusia berpikir secara konvensional yaitu, cara berpikir
yang ambigu atau menghindari pemahaman dan pengakuan tentang bagaimana
dunianya. Membohongi diri sendiri (self-deception) adalah dasar dari
ketidakotentikan (inauthenticity), yaitu hidup tidak berdasarkan pada kebenaran
diri yang menyeret individu memiliki perasaan takut, bersalah, dan cemas.
Terapi Gestalt memberikan strategi untuk menjadi pribadi yang autentik dan
bertanggung jawab secara bermakna kepada diri sendiri. Dengan menjadi sabar,
individu memiliki kemampuan untuk memilih dan mengorganisasikan eksistensi
dirinya secara bermakna (Yotnef 1993).
B.
Perspektif Historis Teori
Konseling Gestalt
Ketika behaviourisme
berkembang pesat di Amerika Serikat, maka di negara Jerman muncul aliran yang
dinamakan Psikologi Gestalt (arti kata Gestalt, dalam bahasa Jerman, ialah
bentuk, pola, atau struktur). Para psikolog Gestalt yakin bahwa pengalaman
seseorang mempunyai kualitas kesatuan dan struktur. Aliran Gestalt ini muncul
juga karena ketidakpuasan terhadap aliran strukturalis, khususnya karena
strukturalis mengabaikan arti pengalaman seseorang yang kompleks, bahkan
dijadikan elemen yang disederhanakan.
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan
menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian
sensasi menjadi bagian-bagian kecil. Perintis teori Gestalt ini ialah Chr. Von
Ehrenfels, dengan karyanya “Uber Gestaltqualitation“ (1890). Teori ini dibangun
oleh tiga orang, Max Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka. Mereka
menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari
lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.
Bagi yang mengikuti perkembangan aliran
Gestalt itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi
Pengikut-pengikut aliran psikologi Gestalt mengemukakan konsepsi yang
berlawanan dengan konsepsi aliran-aliran lain itu yang primer ialah keseluruhan
, sedangkan bagian –bagiannya adalah sekunder; bagian-bagian hanya mempunyai
arti sebagai bagian dari pada keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan
bagian-bagian yang lain ; keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh
bagian-bagiannya. Contohnya kalau kita bertemu dengan seorang teman misalnya,
dari kejahuan yang kita saksikan terlebih dahulu bukanlah bajunya yang baru , melainkanteman
kita itu secara keseluruhan selanjutnya baru kemudian kita saksikan adanya
hal-hal khusus (bagian-bagian) tertentu misalnya baju yang baru.
C.
Konsepsi Tentang manusia
Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia
dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Manusia aktif
terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah
lakunya. Setiap
individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki
dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju
terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi.
Pandangan pendekatan Gestalt terhadap manusia dipengaruhi
oleh filsafat eksistensial dan fenomenologi. Asumsi dasar pendekatan Gestalt
tentang manusia adalah bahwa individu dapat mengatasi sendiri permasalahannya
dalam hidup, terutama bila mereka menggunakan kesadaran akan pengalaman yang
sedang dialami dan dunia sekitarnya. Gestalt berpendapat bahwa individu
memiliki masalah karena menghindari masalah. Oleh karena itu pendekatan Gestalt
mempersiapkan individu dengan intervensi dan tantangan untuk membantu konseli
mencapai integrasi diri dan menjadi lebih autentik (Corey, 1993).
Menurut pendekatan Gestalt, area yang paling penting yang
harus diperhatikan dalam konseling adalah pemikiran dan perasaan yang individu
alami pada saat sekarang. Perilaku yang normal dan sehat terjadi bila individu
bertindak dan bereaksi sebagai organisme yang total, yaitu memiliki kesadaran
pada pemikiran, perasaan dan tindakan pada masa sekarang. Banyak orang yang
memisahkan kehidupannya dan lebih berkonsentrasi serta memfokuskan perhatiannya
pada poin-poin dan kejadian-kejadian tertentu dalam kehidupannya. Hal ini
menyebabkan fragmentasi dalam diri yang dapat terlihat dari gaya hidup yang
tidak efektif yang berakibat pada produktivitas yang rendah bahkan membuat
masalah.
Jadi hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini
adalah :
1.
Tidak dapat dipahami,
kecuali dalam keseluruhan konteksnya.
2.
Merupakan bagian dari
lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya
itu.
3.
Aktor bukan reaktor
4.
Berpotensi untuk
menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya.
5.
Dapat memilih secara
sadar dan bertanggung jawab.
6.
Mampu mengatur dan
mengarahkan hidupnya secara efektif.
Pandangan
Gestalt adalah bahwa individu memiliki kesanggupan memikul tanggung jawab
pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu. Disebabkan oleh
masalah-masalah tertentu dalam perkembangannya, individu membentuk berbagai
cara menghindari masalah dan karenanya, menemui jalan buntu dalam pertumbuhan
pribadinya. Terapi menyajikan intervensi dan tantangan yang diperlukan, yang
bisa membantu individu memperoleh pengetahuan dan kesadaran sambil melangkah
menuju pemanduan dan pertumbuhan. Dengan mengakui dan mengalami
penghambat-penghambat pertumbuhannya, maka kesadaran individu atas
penghambat-penghambat itu akan meningkat sehingga dia kemudian bisa
mengumpulkan kekuatan guna mencapai keberadaan yang lebih otentik dan vital.
Menurut
pendekatan Gestalt, individu yang sehat adalah individu yang dapat melengkapi
siklus Gestalt. Bila individu tidak dapat menggenapi siklus tersebut, maka
individu akan memiliki beberapa masalah yang berkaitan dengan lapisan neurosis,
urusan yang tidak selesai (unfinished business), dan berbagai bentuk pertahanan
diri (modes of defense).
D.
Pokok-Pokok Teori Konseling Gestalt
1.
Tentang pendekatan Teori Konseling Gestalt
M.A Subandi (Psikoterapi, hal.90-93) Salah satu pendekatan yang sangat
memperhatikan kemampuan organisme untuk berkembang dan menentukan tujuannya
adalah pendekatan Gestalt. Pendekatan gestalt lebih menekankan pada apa yang
terjadi saat ini-dan-di sini, dan proses yang berlangsung, bukan pada masa lalu
ataupun masa depan. Yang penting dalam pendekatan ini adalah kesadaran saat ini
dalam pengalaman seseorang.
Penemu psikoterapi Gestalt adalah Frederick (Fritz) Perls
dan mulai berkembang pada awal tahun 1950. Pendekatan Gestalt berfokus pada
masa kini dan itu di butuhkan kesadaran saat itu juga. Kesadaran ditandai oleh
kontak, penginderaan, dan gairah. Kontak dapat terjadi tanpa kesadaran, namun
kesadaran tidak dapat dipisahkan dari kontak.
Geralt Corey dalam bukunya (Teori dan Praktek Konseling
dan Psikoterapi, hal. 118) mengatakan bahwa terapi Gestalt yang dikembangkan
oleh Frederick Perls adalah bentuk terapi yang mengharuskan individu menemukan
jalannya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap
mencapai kematangan
2.
Konsep dasar Teori Konseling Gestalt
Psikoterapi
Gestalt menitikberatkan pada semua yang timbul pada saat ini. Pendekatan ini
tidak memperhatikan masa lampau dan juga tidak memperhatikan yang akan datang.
Jadi pendekatan Gestalt lebih menekankan pada proses yang ada selama terapi
berlangsung.
Dalam
buku Geralt Corey menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran,
penerimaan tanggung jawab pribadi, urusan yang tak terselesaikan,
penghindaran,dan menyadari saat sekarang.
Bagi
Perls, tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Karena masa lalu telah pergi
dan masa depan belum terjadi,maka saat sekaranglah yang terpenting. Guna
membantu klien untk membuat kontak dengan saat sekarang, terapis lebih suka
mengajukan pertanyaan-pertanyaan ”apa” dan “bagaimana” ketimbang “mengapa”,
karena pertanyaan mengapadapat mengarah pada pemikiran yang tak
berkesudahan tentang masa lampau yang hanya akan membangkitkan penolakan
terhadap saat sekarang.
Konsep
dasar pendekatan Gestalt adalah Kesadaran, dan sasaran utama Gestalt adalah
pencapaian kesadaran. Menurut buku M.A Subandi (psikoterapi, hal. 96) kesadaran
meliputi:
a. Kesadaran
akan efektif apabila didasarkan pada dan disemangati oleh kebutuhan yang ada
saat ini yang dirasakan oleh individu
b. Kesadaran
tidak komplit tanpa pengertian langsung tentang kenyataan suatu situasi dan
bagaimana seseorang berada di dalam situasi tersebut.
c. Kesadaran
itu selalu ada di sini-dan-saat ini. Kesadaran adalah hasil penginderaan, bukan
sesuatu yang mustahil terjadi.
Dalam buku Geralt Corey (1995), dalam terapi
Gestalt terdapat juga konsep tentang urusan yang tak terselesaikan, yaitu
mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan,
sakit hati, kecemasan rasa diabaikan dan sebagainya. Meskipun tidak bisa
diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan dan fantasi
tertentu. Karena tidak terungkap dalam kesadaran, perasaan itu tetap tinggal
dan dibawa kepada kehidupan sekarang yang menghambat hubungan yang efektif
dengan dirinya sendiri dan orang lain. Dengan ini, di harapkan klien akan
dibawa kesadarannya dimasa sekarang dengan mencoba menyuruhnya kembali kemasa
lalu dan kemudian klien disuruh untuk mengungkapkan apa yang diinginkannya saat
lalu sehingga perasaan yang tak terselesaikan dulu bisa dihadapi saat ini.
3.
Tujuan Teori Konseling Gestalt
Tujuan
utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai
macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung
makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap
lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak
untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.
Individu
yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh,
melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui
konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian
ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Secara
lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut.
a.
Membantu klien agar dapat
memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas.
b.
Membantu klien menuju
pencapaian integritas kepribadiannya
c.
Mengentaskan klien dari
kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri
sendiri (to be true to himself)
Meningkatkan kesadaran individual agar klien
dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah
(unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan
baik.
4.
Kelebihan dan kekurangan Teori Konseling Gestalt
Menurut ringkasan Gudnanto
(Pendekatan Konseling, 2012) dan buku Gerald Corey (Teori dan Praktek Konseling
dan Psikoterapi, 1995). Kelebihan dan Kelemahan pendekatan Gestalt adalah:
a.
Kelebihan
1)
Terapi Gestalt menangani
masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan ke saat
sekarang.
2)
Terapi Gestalt memberikan
perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh.
3)
Terapi Gestalt menolakk
mengakui ketidak berdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah.
4)
Terapi Gestalt meletakkan
penekanan pada klien untuk menemukan makna dan penafsiran-penafsiran sendiri.
5)
Terapi Gestalt
menggairahkan hubungan dan mengungkapkan perasaan langsung menghindari
intelektualisasi abstrak tentang masalah klien.
b.
Kekurangan
1)
Terapi Gestalt tidak berlandaskan
pada suatu teori yang kukuh
2)
Terapi Gestalt cenderung
antiintelektual dalam arti kurang memperhitungkan faktor-faktor kognitif.
3)
Terapi Gestalt menekankan
tanggung jawab atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan tanggung jawab kita
kepada orang lain.
4)
Teradapat bahaya yang nyata
bahwa terapis yang menguasai teknik-teknik Gestalt akan menggunakannya secara
mekanis sehingga terapis sebagai pribadi tetap tersembunyi.
5)
Para klien sering bereaksi
negative terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa dianggap tolol. Sudah
sepantasnya terapis berpijak pada kerangaka yang layak agar tidak tampak hanya
sebagai muslihat-muslihat
E.
Teknik dan Proses Teori Konseling Gestalt
1.
Teknik Teori Konseling Gestalt
Hubungan personal antara
konselor dengan klien merupakan inti yang perlu diciptakan dan dikembangkan
dalam proses konseling. Dalam kaitan itu, teknik-teknik yang dilaksanakan
selama proses konseling berlangsung adalah merupakan alat yang penting untuk
membantu klien memperoleh kesadaran secara penuh.
Prinsip Kerja Teknik Konseling Gestalt:
a.
Penekanan Tanggung Jawab Klien, konselor menekankan bahwa konselor bersedia
membantu klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar
klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.
b.
Orientasi Sekarang dan Di Sini, dalam proses konseling konselor tidak
merekonstruksi masa lalu atau motif-motif tidak sadar, tetapi memfokuskan
keadaan sekarang. Hal ini bukan berarti bahwa masa lalu tidak penting. Masa
lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang. Dalam kaitan ini pula
konselor tidak pernah bertanya “mengapa”.
c.
Orientasi Eksperiensial, konselor meningkatkan kesadaran klien
tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya, sehingga dengan demikian klien
mengintegrasikan kembali dirinya: (a) klien mempergunakan kata ganti personal klien mengubah kalimat pertanyaan menjadi pernyataan;
(b)klien mengambil peran dan tanggung jawab; (c) klien menyadari bahwa ada
hal-hal positif dan/atau negative pada diri atau tingkah lakunya.
Teknik- teknik teori konseling
gestalt
a.
Permainan Dialog, Teknik ini dilakukan dengan cara klien
dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan,
yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya : (a)
kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak; (b) kecenderungan bertanggung
jawab lawan kecenderungan masa bodoh; (c) kecenderungan “anak baik” lawan
kecenderungan “anak bodoh” (d) kecenderungan otonom lawan kecenderungan
tergantung; (e) kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah
Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut
pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu
posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat
dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.
b.
Latihan Saya Bertanggung Jawab,
Merupakan
teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima
perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang
lain.
Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk
membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu
dengan kalimat : “…dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.
Misalnya : “Saya merasa jenuh, dan saya
bertanggung jawab atas kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan
sekarang, dan saya bertanggung jawab ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas
kemalasan itu”.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut
Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang
mungkin selama ini diingkarinya.
c.
Bermain Proyeksi, Proyeksi artinya memantulkan kepada orang
lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya.
Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang
lain.Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain
merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyeksi konselor
meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan
kepada orang lain.
d.
Teknik Pembalikan, Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu
sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang
mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran
yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.
Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada
klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu yang berlebihan.
e.
Tetap dengan Perasaan, Teknik dapat digunakan untuk klien yang
menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin
menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan
yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari
stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak
menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan
dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong
klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingklah laku dan perasaan yang ingin
dihindarinya itu.
Untuk membuka dan membuat jalan menuju
perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya
mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi
membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan
yang ingin dihindarinya itu.
f. Kursi
kosong, Merupakan suatu teknik role playing yang dilakukan oleh
konseli dengan seseorang yang dibayangkan pada kursi kosong. Tujuannya untuk
menurunkan ketegangan akibat konflik.
g. Berkeliling, Suatu
latihan dimana konseli diminta untuk berkeliling ketemannya (orang yang
dikenalnya) dan berbicara atau melakukan sesuatu yang terkait dengan
masalahnya. Tujuannya untuk menghadapi, memberanikan dan menyikapkan diridengan
tingkah laku yang baru.
h. Saya Memiliki Suatu Rahasia, Suatu metode pembentukan
kepercayaan dalam rangka mengeksplorasi mengapa konseli tidak mau membuka
rahasianya dan mengeksplorasi ketakutan- ketakutan, menyampaikan hal- hal yang
mereka anggap memalukan/menimbulkan rasa berdosa.
i.
Permainan Melebih- Lebihkan,
Suatu metode peningkatan kesadaran atas tanda- tanda dan
isyarat- isyarat halus yang dikirimkan oleh seseorang melalui bahasa tubuh. Misal : gemetar (menggoyangkan tangan dan kaki).
2.
Proses Teori Konseling Gestalt
Fokus utama konseling gestalt adalah terletak
pada bagaimana keadaan klien sekarang serta hambatan-hambatan apa yang muncul
dalam kesadarannya. Oleh karena itu tugas konselor adalah mendorong klien untuk
dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya serta mau mencoba menghadapinya.
Dalam hal ini perlu diarahkan agar klien mau belajar menggunakan perasaannya
secara penuh. Untuk itu klien bisa diajak untuk memilih dua alternatif, ia akan
menolak kenyataan yang ada pada dirinya atau membuka diri untuk melihat apa
yang sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang.
Konselor hendaknya menghindarkan diri dari
pikiran-pikiran yang abstrak, keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis,
interpretasi maupun memberi nasihat.
Konselor sejak awal konseling sudah
mengarahkan tujuan agar klien menjadi matang dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatn
yang menyebabkan klien tidak dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini, fungsi
konselor adalah membantu klien untuk melakukan transisi dari ketergantungannya
terhadap faktor luar menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini
dilakukan dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau kebuntuan klien.
Pada saat klien mengalami gejala kesesatan
dan klien menyatakan kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan
kelemahannya, dirinya tidak berdaya, bodoh, atau gila, maka tugas konselor
adalah membuat perasaan klien untuk bangkit dan mau menghadapi ketersesatannya
sehingga potensinya dapat berkembang lebih optimal.
Fase pertama, konselor mengembangkan
pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan
perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien. Pola hubungan yang diciptakan
untuk setiap klien berbeda, karena masing-masing klien mempunyai keunikan
sebagai individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang
harus dipecahkan.
Fase kedua, konselor berusaha meyakinkan dan
mengkondisikan klien untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai
dengan kondisi klien. Ada dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu
: Membangkitkan motivasi klien, dalam hal ini klien diberi kesempatan untuk
menyadari ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin tinggi kesadaran
klien terhadap ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk mencapai perubahan
dirinya, sehingga makin tinggi pula keinginannya untuk bekerja sama dengan
konselor. Membangkitkan dan mengembangkan otonomi klien dan menekankan kepada
klien bahwa klien boleh menolak saran-saran konselor asal dapat mengemukakan
alasan-alasannya secara bertanggung jawab
Fase ketiga, konselor mendorong klien untuk
mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini, klien diberi kesempatan untuk
mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi
di sini dan saat ini. Kadang-kadang klien diperbolahkan memproyeksikan dirinya
kepada konselor. Melalui fase ini, konselor berusaha menemukan celah-celah
kepribadian atau aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari sini dapat
diidentifikasi apa yang harus dilakukan klien.
Fase keempat, setelah klien memperoleh
pemahaman dan penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya,
konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir konseling. Pada fase ini klien
menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya
sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien telah memiliki kepercayaan pada
potensinya, menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang, sadar dan bertanggung
jawab atas sifat otonominya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya dan
tingkah lakunya. Dalam situasi ini klien secara sadar dan bertanggung jawab
memutuskan untuk “melepaskan” diri dari konselor, dan siap untuk mengembangan
potensi dirinya.
F.
Ilustrasi Teori Konseling Gestalt
Terapi Gestalt bisa
diterapkan dengan berbagai cara, baik dalam setting individual maupun setting kelompok.
1.
Setting Individu, menurut ringkasan Gudnanto
(Pendekatan Konseling, 2012)
Contoh,
klien adalah seorang ibu yang terlalu keras mendidik anak perempuannya yang
berusia 13 tahun.Aturan keras dari ibu membuat anak merasa ketakutan, cemas dan
trauma bahakan beberapa hari tidak pulang kerumah yang
tanpa sepengetahuan ibunya ternyata anaknya menginap di rumah nenek.
Suaminyayang merasa kecewa dan kewalahan
terhadap sikap istrinya yang keras itu akhirnya meminta cerai. Latar bekang
yang membuat istrinya keras seperti itu adalah didikan dari orang tua sang
istri yang terlalu keras dari kecil sampai
remaja. Istri sebenarnya merasa “sakit hati” dengan perlakuan itu dan sangat
dendam.Dan didikan keras itulah yang diteruskannya kepada putrinya. Dalam kasus
seperti ini, konselor dapat menerapkan teknik permainan dialog yang didalamnya
ada teknik kursi kosong.
klien
disuruh untuk berperan sebagai under dog yang
menjadi korban. Klien diarahkan menjadi sadarakan perbuatannya saat ini bahwa sikapnya yang keras itu hanya sebagai ungkapan balas dendam yang diteruskan kepada putrinya. Selain itu, klien bisa
disuruh untuk melakukan permainan ulangan. Mengulangkembali apa yang dialaminya
dulu atas sikap kasar orang tuanya dengan upaya meningkatkan kesadaranatas
pengulangan tersebut..
2.
Setting Kelompok, menurut
M.A Subandi dalam bukunya (Psikoterapi)
contoh,
teknik bermain peran di dalam kelompok. Misalnya seseorang yang merasa khawatir
akan apayang di pikirkan orang lain terhadapnya, ia kemudian diminta untuk
memerankan orang yang mungkinmenilainya itu. Setelah ia memerankan orang yang
danggapnya menilai dirinya, ia di minta untukmengecek kembali pada orang iti.
Tidak jarang terjadi bahwa apa yang dianggapnya itu tidak nyata.Semua itu hanya
penilaian saja, padahal orang lain tidak menilainya seperti yang dianggapnya.
Dalamsetting kelompok seperti ini, biasanya anggota akan lebih cepat mengenali
keyakinan yang kurangrasional yang selama ini belum pernah dicocokkannya dengan
orang lain
BAB III
KESIMPULAN
Pendekatan
gestalt merupakan pendekatan dalam layanan konseling yang memandang manusia
sebagai keseluruhan, bukan merupakan jumlah dari bagian – bagian
kepribadian. Terapi ini untuk membantu individu yang mengalami kesulitan
dalam mengintegrasikan diri dalam kehidupan dan lingkungannya, sedang individu
tersebut memiliki gangguan psikologis dan potensi yang dimiliki itu tidak dapat
berkembang secara wajar. Inti dari terapi ini adalah penyadaran individu,
penyadaran ini menunjuk kepada suatu jenis pengalaman saat ini dan berkembang
karena hubungan individu dengan lingkungannya, dan penyadaran ini mencakup
pikiran dan perasaan berdasarkan persepsi individu pada saat sekarang terhadap
situasi sekarang atau bahwa yang paling prinsip adalah membantu individu untuk
mencapai kesadaran akan dirinya dan lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, et.al. 1996. Pengantar Psikologi
(terj Dharma, Agus.). Jakarta
: Erlangga
Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi (terj. Kartono,
Kartini). Jakarta : Raja Grapindo
Corey,
Gerald. 2010. Teori Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika
Aditama.
Gudnanto.2012.Pendekatan Konseling.UMK.FKIP
Komalasari
Gantina, dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta. PT Indeks.
Rosjidan. 1988. Pengantar
Teori-teori Konseling. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Dirjen DIKTI
Subandi, M.A.Psikoterapi.Unit
Publikasi Fakultas Psikologi UGM:Pustaka Pelajar
Surya, Muhamad.
1988. Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Teori&Konsep). Yogyakarta
: Penerbit Kota Kembang.
Yusuf,
Syamsu&Juntika, Nurihsan. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung:
Rosdakaraya.
Walgito,Bimo. 2002.
Pengantar Psikologi. Yogyakarta : Penerbit Andi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar